السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Senin, 09 April 2012

Syekh Utsman Al-Ishaqi


Menurut nasab yang sudah tersusun rapi di dalam keluarga, Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman adalah seorang sayyid dan seorang habib, sebab itu yang mengandung beliau adalah keturunan Maulana Muhammad Ainul Yaqin Al-mulaqqob bi Sunan Giri bin Maulana Ishaq Al-Husaini dan ayah beliau adalah keturunan Sunan Gunung Jati juga Al-husaini. dengan demikian hadrotus-syaikh Muhammad Utsman Al-Ishaqi anak cucu Rosululloh saw.
Hadrotus-Syaikh dilahirkan di Jatipurwo Surabaya pada hari Rabu bulan Jumadil Akhiroh tahun 1334 H. setelah beliau bertapa selama 16 bulan di dalam rahim ibu beliau dan selama di dalam rahim ibu beliau sering bersin, di dalam bahasa Arab di sebut Al-Atthos, dan sejak kecil keistimewaan dan kekeramatan beliau sudah nampak setelah Hadrotus-Syaikh sudah bisa berjalan. Beliau selalu tidak ada dirumah setelah Maghrib, dan baru pulang setelah jam 11 malam badan beliau penuh dengan lumpur. Ternyata setelah diselidiki, beliau berada di sungai didekap oleh seekor Buaya Putih.
Setiap malam Hadrotus-Syaikh selalu tidur di surau (langgar) bersama nenek beliau Kyai Abdulloh, selain nenek beliau tidak ada seorangpun yang berani mendapingi sewaktu beliau tidur, karena dari mata beliau memancarkan sinar terang seakan-akan mau menembus Iangit bagaikan lampu sorot (battery).
Ketika beliau berumur 6 sampai 7 tahun, pada suatu malam nampak bulan-bulan yang banyak turun dari langit seraya memancarkan sinarnya menuju Hadrotus-Syaikh dan mengitari beliau dari segala arah.
Sejak beliau berumur 4 tahun setiap pagi pada Jam 3.00. Istiwa' beliau keluar rumah menuju Masjid Jami' Ampel Surabaya diantar oleh kakak perempuan beliau Nyai Khodijah untuk membaca tarhim (memanggil-manggil sholat fajar) sampai datang waktu Shubuh di menara Masjid.
Setiap kali beliau sampai dipintu gerbang Ampel beliau selalu disambut anak-anak kecil yang banyak se¬kali memakai kopyah putih semua, setelah beliau sampai di masjid an`k-anak kecil tersebut hilang entah kemana. Dan baru muncul kembali sewaktu beliau hendak pulang dari masjid pada jam 7.00 pagi untuk mengantarkan beliau ke pintu gerbang. Dan setelah itu mereka menghilang kembali, demikian cerita Nyai Khodijah dan Kyai Anwar.
Ketika beliau umur 7 tahun, beliau sudah mengkhatamkan Al-Qur'an 3 kali dibawah asuhan nenek beliau Kyai Abdullah. Kemudian beliau di khitan (sunat). Barulah beliau berpindah mengaiji ke Kyai Adro'i Nyamplungan, sejak itu sepulangnya beliau dari Ampel, beliau terus menuju ke Nyamplungan untuk mengaji Al-Qur'an, setelah itu beliau menuju ke madrosah Tashwirul Afkar di Gubbah untuk mengaji agama, dan baru pulang setelah jam 10.0 pagi. Seharinya beliau hanya mendapatkan sangu 5 Sen yang berlobang tengah yang beliau tempelkan di kancing baju.
Pernah selama 4 talaun Hadrotus-Syaikh tidak makan kecuali daun-daunan dan buah-buahan dan hanya minum air masak saja. Pada waktu itu beliau tentukan belanja beliau hanya 1/2 Sen. Beliau mengatakan, pada waktu saya masih kecil pada suatu hari saya bernafsu sekali ingin makan, maka sayapun makan sekenyang kenyangnya, tetapi sebagai dendanya Saya harus mengkhatamkan Al-Qur'an satu kali duduk. Dan beliau mengatakan : Pada suatu hari saya menangisi diri saya karena ketika saya sholat saya ingat layang-layang, padahal saya sudah berumur 12 tahun, berarti 3 tahun lagi saya sudah baligh dan Mukallaf, bagaimana kalau saya masih ingat pada layang-layang pada waktu sholat ?!
Kyai Ahmad Asrori Kholifatus Syaikh Muhammad Utsman Al-Ishaqi mengatakan kepada kami, bahwa ayah beliau pernah mengatakan : Ketika saya menginjak umur 13 tahun, mata saya melihat Ka'bah di Makkah secara rel dan nyata. Maka mata sayapun saya usap berkali-kali (saya ucek-ucek), tetapi tetap saja yang nampak hanyalah Ka'bah di Makkah. Kemudian saya berpikir, mungkin mata saya sudah rusak, dan saya minta dibelikan kaca mata khusus untuk melihat, akan tetapi hasilnya sama saja. Ka'bah di Makkah tetap nampak di pelupuk mata saya, Kata Kyai Asrori : Itulah awal kasyaf yang dialami oleh Hadrotus-Syaikh, dan sejak itu kata Hadrotus-Syaikh saya melihat orang dengan segala kepribadiannya, ada yang menyerupai Srigala ada yang seperti Truwelu, ada yang seperti Babi, seperti Ayam, Kucing dan lain sebagainya menurut pembawaan nafsunya masing-masing, tetapi saya tidak berani berkata terus terang, sebab itu adalah rahasia seseorang.
Pada suatu hari Hadrotus-Syaikh sampai larut malam tidak pulang dari Madrasah seperti biasanya pada jam 10.00 pagi, maka ributlah orang-orang tua mengkhawatir¬kan beliau. Maka imam Roudloh Kyai Nur atas izin orang tua beliau berangkat mencari beliau, dan oleh karena diberitakan bahwa Hadrotus-Syaikh berada di pondok Kyai Khozin Panji, maka Kyai Nur pun berangkat ke sana. Tetapi sesampai Kyai Nur di Siwalan Panji, Hadrotus-Syaikh sudah Pindah ke pondok Kyai Munir Jambu Madura.
Setelah orang tua beliau mendengar demikian itu, beliau mengatakan : tidak usah mencari Utsman, yang penting dia sehat. Setelah beberapa lama tinggal di pondok, beliau sakit keras, maka terpaksa beliau pulang kerumah. Dan setelah berobat Al-hamdulillah beliau sembuh kembali. Kemudian Hadrotus-Syaikh dipondokkan ke Kyai Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng, selanjutnya beliau dipondokkan ke Kyai Romli Peterongan Jombang. Pada waktu itu Hadrotus-Syaikh benar-benar terikat, beliau mengatakan : sewaktu saya dikirim oleh orang tua saya kepondok, sarung saya hanya satu lembar, apabila najis maka saya memakai tikar sebagai gantinya untuk sholat. Dan selama saya di pondok, saya tidak pernah pulang ke rumah kecuali badan saya sudah kurus benar. Sebab apabila saya pulang dan badan saya gemuk, saya di marahi oleh orang tua dan nenek. Pernah pada suatu hari saya pulang badan saya gemuk, spontan nenek saya mengatakan : Kalau kau tinggal dipondok. untuk makan dan mimurn. Lebih baik tinggal dirumah saja.
Ketika Hadrotus-Syaikh pulang dari pondok, pada suatu hari beliau menyaksikan adanya hubungan-hubungan khusus yang diselenggarakan oleh tujuh orang pemuda dan tujuh orang pemudi setiap hari disamping musholla di muka rumah beliau, maka beliau melihat hal yang tidak senonoh ini akhirnya beliau adukan kepada Kyai Romli dengan mengatakan : yai ! saya melihat ada mutiara di dalam air yang keruh dan najis, apakah saya harus mengentasnya (menyelamatkanya) ? Kyai Romli menjawab : Entaslah wahai Utsman ! dengan syarat hatimu tidak ber¬paling kepadanya, kalau hatimu berpaling kepadanya, maka kau tidak akan berjumpa denganku besok di Mahsyar. Maka beliaupun mengumpulkan pemuda dan pemudi yang 14 orang itu dirumah beliau setiap malam, beliau ikuti pembicaraan-pembicaraan mereka yang intim itu sambil beliau masuk-masukkan (sesel-seselkan) urusan keagamaan mereka, dan beliau peringatkan tentang siksa Alloh ta’ala. sampai akhirnya taubat dengan taubat nasuha (taubat yang pokok).
Hadrotus-Syaikh pernah diadukan oleh seorang ulama kepada Kyai Romli karena beliau mengadu ayam, Kyai Romli menjawab : Saya tidak berani melarangnya dan Kyai tidak usah meniru mengadu ayam. Kawan dekat Hadrotus-Syaikh bernama Kyai Haji Hasyim Bawean menceritakan kepada kami bahwa Hadrotus-Syaikh dibai'at oleh Kyai Romli pada hari Rabu 16 Sya’ban tahun 1361 H atau 1941 M. Setelah beliau dibai'at selama satu minggu heliau menyusun silsilah Thoriqoh Qodiriyah dan Naqsyabandiyyah atas perintah Kyai Romli di namakan "TSAMROTUL FIKRIYYAH" .
Hadrotus-Syaikh mengatakan : saya dibai'at oleh Kyai Romli atas permintaan Kyai Romli sendiri. Pada waktu itu saya dimasukkan kekamar Kyai dan didudukkan di atas Burdah yang putih bersih di atas tempat tidur Kyai dan dipinjami Tasbih. padahal waktu itu kaki saya berlumpur karena hujan, karena sudah menjadi Tradisi, setiap kali saya masuk kerumah Kyai, kaki saya pasti telanjang tanpa alas kaki. Dengan demkian, sebelum saya jadi murid saya adalah Murod dan sebelum saya menjadi tholib saya adalah Mathlub. Dalam kesempatan lain Hadrotus-Syaikh mengatakan untuk menghadiri Majlis Khusus atau wirid Khataman selama 4 tahun saya terus menerus berjalan kaki memakai klompen dari Surabaya. ke Paterongan, barulah kadang-kadang saya naik kendaraan setelah ketahuan Kyai Hasyim Asy'ari di Mojoagung dan beliau mengatakan : jangan jalan kaki terus-menerus Utsman. Selanjutnya Kyai Hasyim Bawean mengatakan pada adik waktu terjadi Perang Dunia II tahun 1942 M Hadrotus-Syaikh sekeluarga pindah sementara ke Peterongan, kalau siang hari berada di dalam pondok. Pada suatu hari, hari Selasa beliau disuruh menghadap Kyai Romli pada jam 2.00 malam untuk diangkat menjadi mursyid Thoriqoh Al-Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah, Hadrotus-Syaikh waktu itu mengatakan "tidak kuat Kyai" tetapi Kyai Romli tet'ap melaksanakan perintah Alloh kemudian mengusapkan tangannya diatas kepala Kyai Utsman r.a. seketika itu pula Hadrotus-Syaikh jatuh tidak sadarkan diri dan langsung jadzab Selama satu minggu Hadrotus-Syaikh mengalami jadzab beliau tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak buang air besar maupun kecil dan tidak sholat, wajah beliau cantik sekali bagaikan Bulan Purnama, tidak seorang pun yang berani melihat wajah beliau yang Cantik itu. Setelah Hadrotus-Syaikh mengalami jadzab satu minggu, beliau berkata kepada Kyai Hasir Bawean : nanti malam akan datang tamu-tamu banyak sekali tidak perlu suguhan makanan atau minuman, maka pada jam 8.00 kurang sepuluh menit malam Hadrotus-Syaikh sudah siap menerima tamu dikamar, dan menghadap kepintu, tidah lama kemudian beliau mengucapkan : Waalaikumussalam, Walaikumussalam. selama kurang lebih lima menit, dan nampak seakan-akan. Hadrotus-Syaikh menjabat tangan orang-orang sambil menundukkan kepala, kemudian beliau mengatakan : Mulai hari ini saya ditetapkan sebagai mursyid langsung oleh Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dan Nabiyulloh Khidir r.a. Serta oleh sejumlah Masyayikh Al-Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah, dan sejak sekarang saya di izinkan untuk membai’at. sambil menyerahkan sepucuk kertas kepada Kyai Hasyim. Kemudian Hadrotus-Syaikh menghadap kebarat sekali lagi dan mengucapkan na’am na’am tepat pada jam 8.00 lebih 5 menit malam itu Hadrotus-Syaikh berdiri menuju kepintu, setelah diam sejenak beliau mengucapkan wa'alaikumussalan, wa'alaiku¬mussalam, kemudian oleh Kyai Hasyim, Khadrottus Syaikh disuruh mandi setelah satu minggu tidak mandi dan ketika itulah Kyai Hasyim cepat-cepat pergi ke Kyai Romli untuk mengantarkan sepucuk kertas tadi, dan Kyai Romli spontan menemuinya di luar rumah seraya mengatakan : Ada apa ? ada apa ? ada apa ? Ketika Kyai Romli membaca sepucuk kertas itu spontan Kyai mengatakan dengan bahasa Madura yang maksudnya : Alham¬dulillah sekarang saya punya anak yang bisa mengganti¬kan saya (sampai 3 kali).
Orang tua Hadrotus-Syaikh juga pernah menyatakan hal-hal kepada salah seorang habib bahwa Hadrotus-Syaikh telah mendapatkan ijazah dari Syaikh Abdul Qodir Jailanil r.a, untuk berdakwah dan diangkat sebagai kholifahnya tanpa perantara, pernyataan ini disampaikan pada tahun 1947 M.
Pada waktu Hadrotus-Syaikh tinggal di Rejoso ada seorang tukang adu ayam kawa'an yang sangat populer di Jombang bernama Wak Sud dia memiliki jago-jago yang khusus untuk di adu, Hadrotus-Syaikh tertarik untuk menundukkan orang ini melalui adu ayam, maka beliau membawa ayam beliau ke Wak Sud dan dia menjawab ajakan Hadrotus-Syaikh dengan mengatakan : Apa bila jago¬mu menang melawan jagoku maka semua kekayaanku adalah milikmu, sebaliknya apa bila jagomu kalah saya tidak menuntut apa-apa darimu, maka Hadrotus-Syaikh menjawab : Apa bila jagomu menang kemudian kau ambil kekayaanku memang saya tidak mempunyai sesuatu yang patut disebut, dan apabila sebaliknya jagoku yang menang maka saya sama sekali tidak butuh kepada kekayaanmu sama sekali, Pokoknya begini Apabila jagoku menang kamu harus tunduk dan patuh dibawah perintahku, dan wak Sud setuju. Dengan kekuasaan Alloh swt. menanglah jago Hadrotus-Syaikh sekalipun kurus kecil dan lemah sekali sangat kontras dengan jagonya wak Sud yang kekar dan gagah itu, maka waktu Kyai Romli melihat wak Sud melakuka'n sholat. Kyai Romli memegang pundak Hadrotus-Syaikh dari belakang seraya mengatakan : Apa yang kamu lakukan terhadap wak Sud wahai Utsman sehingga dia mendatangi sholat Jum’at, pada hal saya tidak mampu menundukkannya ? .
Dipeterongan Hadrotus-Syaikh tinggal di desa Nge¬lunggih tidak jauh dari Rejoso atas saran Kyai Romli dengan maksud agar beliau menjadi Imam di Ngelunggih, akibatnya murid-murid Kyai Romli banyak yang pindah he Ngelunggih untuk mendapatkan barokah dari Hadrotus-Syaikh serta ilmu beliau.
Akhirnya Hadrotus-Syaikh disuruh pindah oleh Kyai Romli ke salah satu desa dekat Gunung Lawu di Ngawi. Ketika Hadrotus-Syaikh sampai dilereng Gunung Lawu sangu beliau tinggal Rp. 1.70 (satu rupiah tujuh puluh sen) tidak cukup untuk membeli beras 1 liter, maka untuk mendapatkan rizqi yang samar, beliau Setiap hari : mengunjungi pesarean yang paling di kenal oleh orang di desa itu. Karena beliau cinta dan hobby melakukan ziarah akhirnya atas kemurahan Alloh beliau sekeluarga mendapatkan rizgi yang tidak diduga sebelumnya, diantara orang kampung ada yang mengundang beliau untuk mengikuti tahlilan ada yang minta barokah do’a, ada yang minta fatwa, sampai akhirnya Hadrotus-Syaikh menjadi populer di desa itu dan kemudian menjadi imam di desa itu.
Diantara kekeramatan Hadrotus-Syaikh di desa tersebut, beliau bermimpi berjumpa dengan Hadrotus-Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari Tebu Ireng berpamitan kepada beliau dengan mengatakan : Saya duluan Utsman. tahu-tahu pada esok harinya beliau mendengar berita bahwa Kyai Hasyim Asy’ari meninggal dunia (pulang kerahmatullah) .
Menjelang meletusnya Madiun Effer (peristiwa Madiun pada tahun 1948 M Hadrotus-Syaikh berkali-kali menerima surat serta saran agar beliau pulang saja ke Surabaya karena situasinya tidak mungkin aman di daerah itu. Mendengar pulangnya Hadrotus-Syaikh ini, sebagian besar penduduk di lereng Gunung Lawu itu keberatan ditinggalkan Hadrotus-Syaikh ; karena mereka memerlukan do’a, ilmu, serta barokah dari beliau bahkan ada yang berjanji memberikan 20 hektar kebun kepada Hadrotus-Syaikh agar beliau sudi tetap tinggal di desa itu. Tetapi setelah beliau melakukan istikhoroh akhirnya beliau menetapkan kembali ke Surabaya.


BAB II

Ketika Hadrotus-Syaikh menjadi santri di pondok Rejoso beliau masih muda belia, sering di jumpai oleh Nabi Khidir a.s. sehingga beliau laporkan kepada Kyai Romly dan dijawab oleh Kyai : Mengapa tidak kau minta datang kemari wahai Utsman.
Hadrotus-Syaikh sejak kecil sampai akan pulang kerahmatulloh selalu istiqomah dalam segala prilaku, perbuatan, serta ucapan yang beliau tiru dari Rosululloh saw. Kita tidak pernah melihat beliau hadats dan kita semua menyaksikan bahwa keseluruhan waktunya hanyalah untuk mnemgabdi kepada Alloh swt. maka pantaslah kalau beliau dipilih oleh Kyai Romly sebagai Kholifahnya. Dalam hubungan ini Kyai Romly pernah bermimpi bahwa di Surabaya terdapat sebuah pabrik besar yang terus mene¬rus berproduksi di bawah pimpinan Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman r.a. Itulah Thoriqoh Al-Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah yang beliau asuh.
Sebelumnya Kyai Romly sering menampakkan dan melahirkan ridlonya kepada Hadrotus-Syaikh, sampai beliau mengatakan : Alangkah besar ridlo saya kepadamu wahai Utsman. Dan Hadrotus-Syaikh meminta pendapat tentang Kholifah Syaikh Abdul Qodir Jailani r.a. Kyai Romly tersenyum-senyum sambil melihat dan menunjuk pada Hadrotus-Syaikh. sebaliknya Hadrotus-Syaikh kepada Kyai Romly juga fanatik dan sering merindukannya apabila berpisah agak lama. Pada suatu hari putra beliau Abu Luqmanul Hakim sewaktu masih kecil jatuh dan terbentur pada tepi meja di rumahnya sehingga dari kepalanya mengalir darah yang banyak sekali yang cukup meributkan keluarga beliau. Maka oleh keluarga beliau supaya beliau mengantarkan putranya ke rumah sakit Karang Tembok dan kalau tidak berhasil terus ke Simpang, padahal Hadrotus-Syaikh ketika itu akan pergi ke Rejoso karena sangat rindu kepada Kyai Romly, maka beliau berkata dalam hatinya : saya harus pergi ke Rejoso, tentang nasib anak saya, saya pasrahkan kepada Alloh. Ketika beliau berjumpa dengan Kyai Romly di Rejoso, guru beliau mengatakan : Anakmu tidak apa-apa. Dan benar kata kyai romly bahwa Abu Luqmanul Hakim dalam keadaan sehat wal afiyat, bahkan sedang memakan nasi goreng sekembalinya Hadrotus-Syaikh dari Rejoso berkat ketaatan serta kecintaan beliau kepada guru beliau Kyai Romly Attamimy r.a. juga pada suatu hari ketika akan menyelenggarakan walimah dirumah setelah maghrib, beliau terlebih dahulu meminta izin kepada Kyai Romly dan sampai di Rejoso tepat pada waktu sholat Dzuhur, se¬sudah sholat berjama'ah di masjid guru beliau Kyai Romly mengatakan kepada beliau : sekiranya kau tinggal di pondok seperti yang lalu, maka malam ini saya ajak memenuhi undangan Manaqiban di Jombang.
Maka Hadrotus-Syaikh bimbang antara mendampingi gurunya memenuhi undangan Manaqiban di Jombang dan pulang kerumah untuk mengharapkan tamu-tamu yang beliau undang Kerumah beliau pada malam itu juga. Akhirnya beliau memantapkan pendirian beliau pada alternatilf pertama dan berkata dalam diri sendiri : saya pasrah kepada Alloh toh nasi-nasi yang telah masak di rumah ada orang-orang yang memakannya, sedang menyertai guru adalah lebih utama. ketika Kyai Romly mengetahui beliau masih ada di masjid setelah sholat Asar berkatalah beliau kepada Hadrotus-syaikh : murid yang terdekat kepada gurunya adalah murid yang tahu akan rahasia-rahasia gurunya.
Kegemaran Hadrotus-Syaikh adalah berziaroh kepada wali-wali Alloh baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, dan beliau mengenal mereka secara dekat. Bukan hanya nama-nama mereka bahkan nasab mereka dan hubungan mereka satu sama lain. Sampai-sampai beliau hidup-hidupkan dan beliau semarakkan peringatan hari wafat mereka, terutama wafatnya Syaikh Abdul Qodir Jailani r.a. sehingga hampir tiada hari yang lewat di kota maupun desa terutama di Jawa Timur, kecuali ter¬dapat disitu majlis manaqib.
Dalam hubungannya ini Hadrotus-Syaikh mentafsirkan qolbunsalim dalam ayat :
يوم لاينفع مال ولابنون الا من اتى الله بقلب سليم
Sebagai hati yang selamat dari penyakit batin dan penuh rasa cinta kepada Alloh, Rosulnya, dan para wali-walinya. sebab kata beliau tanpa wali-wali kita tidak mungkin dapat mengabdi kepada Alloh s.w.t dengan benar, maka banyak-banyaklah tawasul kepada Auliya' insya Alloh hati kita akan menjadi khusu'. Yang mula pertama kali menyelenggarakan Managib adalah Hadrotus-Syaikh dan kemudian direstui oleh Kyai Romly At-tamimi dengan menyatakan : "baik Man, teruskan Man !"
Mula-mula yang hadir pada majlisan Managib di Jatipurwo selama 4 tahun hanyalah 7 orang 3 orang diantaranya pada musim panas udzur karna mengidap penyakit paru-paru. Pada suatu hari ditengah-tengah Hadrotus-Syaikh memimpin Istighotsah, datanglah orang yang tidak dikenal secara tiba-tiba dan langsung menelentangkan beliau dan melingkarkan pedangnya pada leher beliau yang terlentang dibawah itu. Peristiwa yang tragis ini diceritakan kepada Kyai Romly, dan beliau hanya men¬jawab : Teruskan apa yang telah kamu amalkan, orang ter¬sebut tidak berani menancapkan pedangnya pada lehermu, bahkan dalam waktu dekat ini tidak akan berpisah denganmu sejengkalpun. Dan kenyataannya seperti apa yang dinyatakan oleh Kyai Romly. Tentang keutamaan menaqiban ini Hadrotus-Syaikh mengatakan : Tidak ada ibadah kepada Alloh dimuka bumi ini yang lebih utama dari pada mencintai wali-wali Alloh, dan beliau mengatakan pula : mencintai para wali termasuk ketaatan yang terbesar, dan mereka yang menghadiri majlis managib adalah orang-orang yang cinta kepada mereka dan mencintai mereka adalah bukti akan adanya rasa cinta kepada Alloh s.w.t. Berkah cintanya Hadrotus-Syaikh kepada para Auliya' maka beliau sangat dicintai oleh para habaib dan para 'Ulama' akhirat, diantaranya Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi, Habib Ali bin Husain bin Muhammad Al-Atthos, Habib Abu Bakar Muhammad Al-Segaf dan Hadrotus-Syaikh sering berziaroh kepada mereka dan menghadiri haul mereka. Pada suatu hari Hadrotus-Syaikh bermaksud untuk berziaroh ke Habib Abu Bakar Muhammad Al-Segaf di Gresik sewaktu Habib masih hidup, beliau berjalan kaki dari Surabaya ke Gresik di tengah-tengah hujan lebat ditambah suara petir dan guruh yang saling sambar menyambar di tengah malam yang gelap gempita, ditambah angin kencang yang dapat menerbangkan atap rumah, sehingga Hadrotus-Syaikh sewaktu sampai di Gresik waktu sudah larut malam dan dalam keadaan basah kuyup tetapi Habib Abu Bakar nampak masih membuka pintunya lebar-lebar dan penjaga pintu masih berdiri. Ketika Hadrotus-Syaikh melewati pintu pagar, penjaga pintu mengatakan bahwa sejak tadi sore Habib menunggu kedatangan Hadrotus-Syaikh dengan penuh kegelisahan dan kekhawatiran. Ketika beliau menghadap habib semua jama'ahnya yang mengelilingi habib semua ta’zhim kepada beliau dan mengeluh-eluhkan kehadiran beliau. Akhirnya Habib Abu Bakar bertanya tentang apa yang beliau mohon kepada Alloh dengan perantara Habib, yang kemudian dijawab oleh Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman Nadil Ishaqi r.a "Minta Khusnul Khotimah" habib termenung lama me¬mikirkan betapa luhurnya permohonan Hadrotus-Syaikh. Sebelumnya, Hadrotus-Syaikh sudah mempunyai hubungan khusus dengan Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi Kwitang Jakarta, seperti pernyataan habib Hasyim bin Sholeh bin Abdurrohman Al-Habsyi bahwa Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman r.a. telah mendapatkan futuh melalui Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi r.a. pada suatu hari Kamis tahun 1964. Dan pernyataan Kyai Hasyim Bawean bahwa dia pernah mengantarkan Hadrotus-Syaikh Utsman r.a. ke Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi di Jakarta ditengah-tengah hidup yang mengelilingi beliau, Habib Ali menjabat tangan Hadrotus-Syaikh seraya mengatakan : Kunci kutup saya serahkan kepadamu wahai Syaikh Utsman.
Dan pernyataan putra Habib Ali sendiri yaitu Habi Muhammad bin Ali bin Abdurrohman Al-Habsy pada waktu memberikan sambutan atas wafatnva Hadrotus-Syaikh yang ke 40 harinya bahwa setiap kali Hadrotus-Syaikh menemui kesulitan apa saja beliau selalu pergi ke Jakarta untuk menjumpai Habib Ali Al-Habsy untuk kemudian dapat her¬hubungan dengan Rosulullah s.a.w akan tetapi karena jarak Jakarta Surabaya begitu jauh maka akhirnya hahib Ali Al-Habsy menyuruh menjumpai Habib Abu Bakar Muhammad Assagaf di Gresik saja, sama-sama Wali Kutup.
Selanjutnya Habib Muhammad bin Ali Habsyi menyatakan dalam sambutannya bahwa Hadrotus-Syaikh akhirnya berhubungan langsung sendiri dengan Rosulullah saw tanpa perantara sewaktu mengalami kesulitan.
Hadrotus-Syaikh juga sangat dekat dengan Habib Ali bin Husain bin Muhammad Al-Atthos Bungur Besar Jakarta sehingga waktu beliau membaca Khususiyyah Wakalimatul Akha’ Syaikh Utsman yang disusun oleh Habib Hasan Al-Jufri Bangil beliau menangis terisak-isak, kemudian beliau gantungkan di atas pintu rumah seraya mengatan : Saya letakkan nadzoman ini di sini agar saya dapat melihat Syaikh Utsman setiap saat Kemudian beliau mendoakan Hadrotus-Syaikh semoga panjang umur, kalau tidak (kata habib Ali Al-Atthos) siapakah yang menggantikan kedudukannya ? demikian pernyataan menantu Hadrotus-Syaikh Abu Lu'lu' sekembalinya dari Jakarta dan habib Ali bin Husain bin Muhammad Al-Atthos pernah menyatakan dimuka kami sesungguhnya Syaikh Utsman tiada duanya pada masa sekarang dan pada waktu Hadrotus-Syaikh berziarah kesana dihadapan para hadirin beliau menyatakan wahai Syaikh Utsman engkau dari keluarga Nabi. Kekholifahan Syaikh Abdul Qadir Jailani ditanganmu wahai Utsman. dan dalam kesempatan lain, beliau menyatakan : Saya mendengar dengan kedua telinga saya Paman saya Ali bin Abdur Rohman Al-Habsyi mengatakan : sungguh Utsman di Mahsyar nanti sangat dekat dengan Nabi Muhammad s.a.w. seperti dikemukakan pada Bab I yang lalu bahwa Hadrotus-Syaikh mempunyai hubungan istimewa dengan Syaikh Abdul Qodir Jailani r.a. bahkan dengan Rosulullah s.a.w seperti dikemukakan diatas dan seperti pernyataan Habib Muhammad Al-Habsy pada 40 hari wafatnya Hadrotus-Syaikh bahwa Habib Ali Al-Habsy, Habib Ahmad bin Kholid Al-Hamid, Habib Umar Al-Idrus dan lain-lainnya, menyatakan bahwa Hadrotus-Syaikh Utsman adalah tergolong Ahlul bait Rosulillah s.a.w. Habib Ahmad bin Hamid Al-Habsyi pernah bertanya pada Habib Salim bin Jundan waktu beliau masih hidup, apa yang menyebabkan para Habib senang pada Kyai Utsman ? Habib Salim bin Jundan menjawab : Syaikh Utsman termasuk keluarga Rosulullah s.a.w, darahnya adalah darah saya ini maka ciumlah tangannya apabila kau ketemu dengannya walaupun banyak orang mendenkinya toh dia tidak pernah susah akibat didengki orang, mereka yang mendengkinya hanyalah rumput-rumput sedangkan Syaikh Utsman adalah pohon besar yang rindang.
Ketika Kyai Ahmad Asrori kholifatus Syaikh Muhammad Utsman masih kecil, pernah diajak oleh pengasuhnya yang bernama Abdul Hakim Bawean untuk berkunjung ke Habib Alie bin Muhummad bin Alwi As-shodiq Al-Habsyi cucunya habib Syaikh Bafaqih Boto Putih Surabaya bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, Dalam kesempatan itu Habib mengatakan kepadanya : jangan kau risaukan haliyah orang tuamu, beliau bagaikan Matahari, apabila sangat dekat dengan kita manusia banyak yang tidak tahan karena saking panasnya, tetapi ketika jauh dari kita sinarnya akan membahagiakan kita semua. Demikianlah keadaan orang tuammu Syaikh Utsman r.a. Seorang Kyai belum dinamakan Kyai sempurna sehelum ia diingkari oleh orang-orang yang dekat kepadanya dan sebaliknya dia dicintai oleh orang-orang yang jauh dari padanya.
Tentang hubungan Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman r.a dengan Kyai Hamid Pasuruan, Hadrotus-Syaikh pernah bercerita setelah walimatul haul Habib Syaikh Bafagih Boto Putih Surabaya : saya keluar ke teras cungkup di dampingi oleh Kyai Abdul Hamid Pasuruan duduk ditangga cungkup. Pada waktu itu Kyai Abdul Hamid bercerita : tadi sebelum kesini saya tidur dirumah salah seorang teman di Surabaya Ketika saya bangun, dihadapan saya terlihat foto Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman, oleh karena saya tahu bahwa yang meletakkan adalah Agus Mas’ud Kedung Cangkring Sidoarjo, maka saya bertanya kepadanya tentang maksudnya, jawabannya hanya Wallohu A'lam. Kata Hadrotus-Syaikh : Saya pun diam mendengar cerita itu karera menyangkut masalah maqom (martabat). Tiba-tiba Kyai Hamid menjawab sendiri : untuk kepentingan hubungan di Mahsyar nanti. itulah sebabnya, maka dalam suatu walimah Kyai Abdul Hamid Pasuruan mengharap kepada Hadrotus-Syaikh agar ada hubungan yang dekat antara keduanya di Mahsyar nanti, dan Hadrotus-Syaikh menjawab : Kyai nanti bersama kami disisi Alloh Yang Maha Kuasa. Dan didalam walimah yang lalu ada orang meminta, barokah do’a kepada Kyai Hamid, sedangkan disisi beliau adalah Hadrotus-Syaikh. akhirnya Kyai Hamid memegang lutut Hadrotus-Syaikh Utsman dengan tangan kiri dan berdo’a untuk orang yang meminta doa tadi dengan tangan kanan. Adik kami Asfahani putra Kyai Abdullah Faqih yang mengaji di pondok Kyai Hamid Pasuruan mengatakan pada suatu ketika kami duduk bersama-sama Kyai Hamid di ruang tamu, tiba-tiba Kyai Hamid mengatakan kepada kami : di Pasuruan ini hanya ada kayu Garu, alangkah ni’matnya kalau ada pohonnya Asfahani ! tiba-tiba Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman datang bertamu ke ruang tamu dan spontan Kyai Hamid merangkulnya dan mergata¬kan : ini apa pohon garunya!
Inilah sebagian kecil yang nampak tentang kedudukan dan Manzilah Hadrotus-Syaikh Utsman Nadil Ishaqi r.a.



BAB III

Ketika haul akbar Syaikh Abdul Qodir Jailani r.a. tahun 1389 H. dalam sambutannya habib Muhammad bin Ali bin Abdurrohman AI-Habsyi menceritakan tentang perjalanan orang tuanya ketanah suci dan bertemu dengan Syaikh Abdul Qadir Jailani r.a. yang menyatakan pada Habib : Kholifah saya adalah Utsman Surabaya.
Di antara kekeramatan Hadrotus-Syaikh yang lain : kyai Muhammad Fagih Langitan berkata bahwa Kyai Maimun sarang diceritakan oleh bapaknya yang bernama kyai Zubair bahwa habib Abd Qodir Bilfaqih bermimpi berjumpa dengan Rosulullah s.a.w yang sedang menemui 2 orang lelaki dan Rosulullah menyatakan kepadanya : Keluargaku banyak tersebar di tanah Jawa. Diantaranya adalah dua orang ini yaitu Romly dan Utsman.
Kekeramatan Hadrotus-Syaikh yang lain adalah dari Kyai Faqih Amin Praban Surabaya (pernah menjadi guru dan kawan Hadrotus-Syaikh) beliau mengatakan pada pada suatu hari saya berkunjung kepada Kyai Utsman, dan dia meminta saya untuk menjadi muridnya dibawah naungan Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah setelah bertukar pikiran tentang thoriqoh sampai jam 2 malam. Saya kalah dan mau menyerah kepada ajakannya dengan syarat : tiga burung perkutut yang didalam sangkar masing-masing berkicau secara berturut-turut dengan komandonya, setelah dia komando, tiba-tiba tiga ekor burung itu berkicau berturut-turut dengan izin Alloh, maka terasalah dalam diri saya akan kebesaran Hadrotus-Syaikh, dan sejak itu saya memakai bahasa Jawa halus (Kromo) sebagai ganti bahasa Jawa kasar (ngoko), dan setelah tiga bulan minta di bai’at.
Di antara kekeramatan beliau, ketika pada suatu hari kami akan menghadap Hadrotus-Syaikh, berkata dalam diri sendiri : mengapa jauh-jauh kulangkahkan kakiku kepondok anu. Kemudian keperguruan tinggi anu, sampai akhirnya keluar negeri untuk mencari kebenaran dan keyakinan. padahal di Surabaya sini terdapat seorang Mursyid yang membimbing saya menempuh jalan akhirat dengan selamat. maka ketika kami duduk diruang tamu keluarlah Hadrotus-Syaikh dari dalam sambil meletakkan tangan kanannya di atas dada (sanubari) seraya mengata¬kan : diantara guru saya juga ada yang bukan dari jam’iyyah kita. Tetapi Alhamdulillah saya belum pernah mengingkarinya sama sekali. Maka kami pun merasa malu dan menundukkan kepala.
Di antara kekeramatan beliau, pada tanggal 11 Syawal 1392 H. Hadrotus-Syaikh menjamu para tamu yang menghadiri majlis Manaqib di pondok Jatipurwo. Beliau mengatakan kepada kami : Wahai Abdul Ghoffar ! ketika kau tinggal di Mesir apakah kau pernah ketemu dengan Syaikh Hasan Ridwan seorang wali di Mesir yang dimintai barokah oleh orang Islam Mesir ? Ya, kami pernah menjumpainya pada suatu hari dalam rangka kuliah umum Tasawuf oleh Ir. Abdul Halim Mahmud yang dihadiri oleh para sufi dibalai pertemuan Al-Azhar. Selanjutnya Hadrotus-Syaikh berkata kepada para hadirin : Ketika salah seorang Habib Ampel berkunjung ke Mesir, dia menjumpai Syaikh Hasan Ridwan, dia ditanya tentang negerinya. Ketika ia menjawab dari Indonesia dari Ampel, maka Syaikh Hasan Ridwan mengatakan : Jadi rumahmu dekat dengan Syaikh Utsman Al-Ishaqi ? Habib menjawab : Ya, akhirnya Syaikh Hasan Ridwan mengatakan kepadanya : Apabila kamu sampai di rumah, berkunjunglah ke Syaikh Utsman, dan sampaikanlah salamku kepadanya, ketahuilah bahwa saya sering berkunjung ke rumahnya.
Diantara kekeramatan beliau, pada suatu hari dibulan Maulid, Hadrotus-Syaikh pergi ke Jakarta naik kereta api untuk menghadiri Maulid Nabi Muhammad s.a.w dan haulnya Habib Alie Al-Habsyi di Kwitang Jakarta, ketika kereta api berada diantara Cirebon-Jakarta karcis Hadrotus-Syaikh diperiksa Polisi KA dengan ketat sekali termasuk kartu tanda pengenal beliau yang akhirnya polisi memaksa Hadrotus-Syaikh untuk menemuinya di restorasi, sehingga menimbulkan kemarahan beliau, maka seketika itu pula datanglah hal beliau dan mengatakan : Perbuatan ini menunda sampainya kereta api di Jakarta. Spontan kereta api itu berhenti tanpa sebab yang nyata, anehnya semua hubungan interlokal maupun bukan interlokal terputus sama sekali dengan Stasiun, kebetulan dibelakang gerbong Hadrotus-Syaikh terdapat Habib Abd Hadi bin Abdulloh Al-Haddar dari Banyuwangi. Maka setelah kereta api macet selama 1 jam dia mengirim utusan ke Hadrotus-Syaikh seraya menga¬takan : jam berapa sekarang ! pergilah ke Kyai Utsman, dan mintalah barokah Fatihah kepadanya agar kita tidak terlambat. Akhirnya setelah beliau membaca Al-Fatihah barulah beliau sadar akan diri beliau, dan spontan kereta api berjalan kembali seusai pembacaan Al-Fatihah, demikian pula hubungan yang menyangkut per¬kerata apian sambung kembali.
Kyai Masduri Ngroto menceritakan kepada kami sejarah masuknya Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah di Ngroto dan sekitarnya sebagai berikut : Sejak tahun 1936/1937 M banyak guru-guru Thoriqoh yang berusaha memasukkan Thoriqoh ke Ngroto bahkan ada kyai yang sampai kawin di Ngroto kemudian terpaksa firoq karena tidak berhasil memasukkan Thoriqoh.
Pada bulan Muharram tahun 1964 M Hadrotus-Syaikh mulai pertama datang ke Ngroto bersama Kyai Muslih bertepatan dengan Haulnya Kyai Sirojuddin. Itulah mula pertama datang ke Ngroto bersama Hadrotus-Syaikh. Kemudian untuk kedua kalinya datang pada tahun 1966 M saya di panggil ke rumah paman, dan Hadrotus-Syaikh menangis dan saya dirangkul seraya mengatakan : Sabarlah ! sejak sekarang Masduri menjadi Kyai di desa sini maka do’akanlah semoga panjang umur. Sepulangnya Hadrotus-Syaikh dapat 15 hari paman saya meninggal, dan atas saran beliau saya kirim surat kepada beliau tentang wafatnya paman. Dan saya mendapatkan balasan agar saya datang kesurabaya di Surabaya saya dibai’at dan diberi ijazah Manaqib secara mutlaq. Setelah itu banyak para ikhwan yang menjadi murid Hadrotus-Syaikh maka tersebarlah Thoriqoh di Ngroto.
Pada suatu hari di bulan Muharram Hadrotus-Syaikh pergi ke Ngroto menghadiri acara Haul, tetapi kendaraan beliau terhalang lumpur di Kemiri 4 km dari Ngroto, kalau mobil beliau diarahkan ke Ngroto mogok, kalau diarahkan ke Surabaya mobil beliau bisa berjalan, maka Hadrotus-Syaikh menetapkan untuk kembali ke Surabaya, yang menolong mengentas mobil beliau dari lumpur adalah masyarakat Kemiri maka Hadrotus-Syaikh mengatakan : saya tidak dapat membalas sama sekali. hanya saya do'akan mudah-mudahan masyarakat disini selamat semua, maka barokah doa beliau setiap kampung dari Kemiri sampai Ngroto pasti ada Manaqiban dan ada murid-murid beliau, diantaranya desa Tembelingan yang asalnya tidak ada yang sholat bahkan tidak ada masjid dan musholla, tetapi berkat dilewati oleh Hadrotus-Syaikh, Islam tersebar di Tembelingan dan sekitarnya ada masjid dan banyak musholla dan Imammuddin serta sebagian kaum musimin disitu sudah menjadi murid beliau, sehingga Kyai Muslih Mranggen mengatakan : masuknya Hadrotus-Syaikh ke Ngroto sudah pas karena masyarakat Ngroto adalah masyarakat Madura, cocok dengan kata-kata Syaikh Utsman : Ngroto adalah bau Madura. dan Hadrotus-Syaikh pernah mengatakan : saya bermimpi di sebelah timur Semarang ada cahaya. apakah ada Waliyyulloh di sana ? ¬ternyata benar itulah Kyai Sirojuddin.
Selanjutnya Kyai Masduri mengatakan : sekembalinya saya dari Surabaya pada suatu hari saya sakit mata, walaupun sudah berobat tetap tidak mau sembuh kecuali hari Kamis dan Jum'at saja. Maka pada suatu malam Jum'at saya membaca Al-Fatihah kemudian membaca sil¬silah maka malam itu juga saya bermimpi berjumpa dengan Hadrotus-Syaikh, beliau menanyakan kepada saya : apakah matamu sakit ? Apakah yang sakit sebelah kanan? maka mata diobati oleh Hadrotus-Syaikh dengan jari-jarinya dan ternyata Alhamdulillah sembuh betul-betul, maka esok harinya hari Sabtu saya pergi ke Surabaya untuk menjumpai beliau. Beliau bertanya : Apakah matamu sudah sembuh ? saya menjawab : Ya. kemudian beliau menyatakan : Ya saya obati dari sini.
Selanjutnya Kyai Masduri menceritakan lagi : pada suatu hari sewaktu saya berkunjung ke Hadrotus-Syaikh saya disuruh ke Ampel seraya mengatakan : Pergilah ke Ampel, saya rindu Agus Mas’ud.
Sesampai saya di lawang Agung saya bertemu dengan Agus Mas’ud, cepat-cepat turun dan minta gendong saya. Kyai Masduri menceritakan lagi bahwa Hadrotus-Syaikh menceritakan kepadanya sebagai berikut : Pada suatu hari Jum'at ada orang hendak menunaikan sholat Jum’at di masjid Ampel, kemudian saya panggil, saya ajak sholat Jum’at di Baitul Ma'mur. Setelah kita melangkah tiga langkah kita sudah sampai di Baitul Ma'mur, ini boleh kau ceritakan setelah saya meninggal.
Cerita lain dari Kyai Masduri adalah sebaga berikut : saya bermimpi sholat di musholla yang penuh dengan mushollun, karena mereka sholat semuanya saja, maka saya mengingkarinya dan Hadrotus-Syaikh menjadi ma'mum tidak tahu siapa yang menjadi imam dan beliau mengatakan kepada Saya : mereka adalah Wali-wali Alloh, dan saya bermimpi berjumpa dengan Nabi Khidir a.s. beliau mengajak saya ketepi sungai disana ada musholla yang bersinar terang, tahu-tahu disitu ada Hadrotus-Syaikh dan kita bertiga menjadi ma’mum tetapi saya tidak tahu siapa imamnya.
Habib Abdulloh bin Umar Al-Haddar mengatakan kepada kami : pada suatu hari Kamis dibulan Syawal Habib Abdul Hadi bin Abdulloh Al-Haddar ingin berjumpa dengan Hadrotus-Syaikh Utsman sesudah masuk waktu sholat Ashar tetapi sesampai di pondok Jatipurwo beliau tidak menjumpai Hadrotus-Syaikh. Setelah lama menunggu di pondok dan waktu sudah menjelang Maghrib maka Habib Abdul Hadi pun cepat-cepat meninggalkan pondok untuk menuju ke Ketapang karena setelah sholat Maghrib ada acara pem¬bacaan burdah di Ketapang, ketika sampai di Karang Tembok becak beliau berpapasan dengan mobil Hadrotus-Syaikh, maka beliau pun kembali lagi ke pondok Jatipurwo untuk menemui Hadrotus-Syaikh. Sesampai di Pondok Hadrotus-Syaikh sedang mengimami sholat Ashar dalam waktu Ashar yang paling akhir bahkan setelah Ashar sempat membaca semua wirid seperti biasanya sampai tuntas, kemudian Hadrotus-Syaikh menjumpai Habib Abdul Hadi bersama saya (Habib Abdullah bin Umar Al-Haddar) diruang tamu. Diruang tamu Habib Abdul Hadi membaca Allohu Hu Iiy. Allohu Hu liy Fani'mal Wali, setelah dijamu secukupnya Habib Abdul Hadi mohon pamit kepada Hadrotus-Syaikh untuk pergi ke Ketapang, dalam hatinya waktu telah berlalu untuk mengikuti pembacaan burdah di Ketapang, tetapi kenyataannya tidak demikian. Kami sampai di Ketapang orang-orang masih melakukan sholat Maghrib
Diantara kekeramatan Hadrotus-Syaikh sopir Hadrotus-Syaikh, meski mengatakan kepada kami : pada suatu hari sepulangnya Hadrotus-Syaikh dari Rejoso, mobil di istirahatkan di Jombang agar kami makan minum dulu. Sedangkan Hadrotus-Syaikh menunggu disalah satu rumah dekat warung tersebut. Seusai makan minum kami menyatakan kepada Hadrotus-Syaikh bahwa bensin telah habis. Beliaupun terkejut dan menanyakan mengapa tidak bilang dari tadi sebelum semua uang yang ada di tangan beliau diserahkan ke pondok Rejoso dan beliau menanyakan sisa uang kami. Kami menjawab hanya tinggal beberapa puluh rupiah saja. Secara spontan beliau menegaskan : kalau memang demikian baiklah isilah tangki mobil itu dengan air teh tanpa gula semampu uang yang ada padamu ! Kamipun percaya sepenuhnya kepada beliau dan membeli teh tawar beberapa ceret dari warung dan langsung kami isikan ke tangki mobil. Setelah itu kami melapor untuk pulang ke Surabaya. Beliau bertanya : sudah kau isi bensin ? Kami menjawab mobil kami isi dengan sesuai perintah Hadrotus-Syaikh dan karena terlanjur beliau pun akhirnya menyatakan : baiklah ! mari pulang ke Surabaya. Teh-teh juga bisa menjadi bensin. akhirnya betul, mobil berjalan terus sampai ke Surabaya memakai bahan bakar teh.
Sopir Hadrotus-Syaikh yang terakhir yaitu Abd Syakur juga mengalami peristiwa serupa yaitu dalam perjalanan antara Pasuruan Probolinggo mobil Khadrotus-Syaikh kehabisan bensin di tengah malam dan dia disuruh mencari warung untuk mendapatkan teh satu gelas, setelah di dapatkan tehpun di do'ai oleh Hadrotus-Syaikh dan menyatakan : sudahlah isilah dengan teh sama saja. Akhirnya mobil sampai di Probolinggo persis di garasi mobil bensin yang dari teh tadi habis sama sekali.
Cerita semacam ini terjadi pula pada waktu Hadrotus-Syaikh pulang dari Ngroto Semarang, di tengah perjalanan yang jauh dari keramaian Pir mobil putus tinggal satu Pir saja dan sekaligus Oli mobil habis kering sama sekali. Ini terjadi disekitar Caruban menuju Surabaya. Dan Hadrotus-Syaikh menyuruh mencari teh untuk mengantikan Oli yang sudah habis. Setelah diisi dengan teh mobilpun dapat di stater dengan hanya satu Pir saja dapat berjalan terus sampai diSurabaya dengan selamat bi iznillah.
Diantara kekeramatan Hadrotus-Syaikh, beliau menceritakan pengalaman beliau sewaktu ke Singapura. Melihat banyaknya orang-orang yang menjemput beliau di Airport. Ketua security seorang wanita berusaha ingin menyelamatkan beliau dari intervio para Inteljen yang lain. Maka dia pura-pura mengaku sebagai orang tuanya yang ada di Pontianak. Dan langsung di gandeng dari Airport menuju mobil dan diantar sekali menuju ketempat tujuan. Besoknya dia kembali lagi membawa 2 handuk mandi Hadrotus-Syaikh, tetapi setelah satu hari dipakai mandi dia minta kembali, demikian pula handuk yang satu lagi dan menyatakan bahwa handuk yang untuk dia pakai mandi sehari-hari, sedang yang satu lagi untuk dia pakai kain kafan waktu dia meninggal nanti dan seketika itu dia minta di bai’at oleh Hadrotus-Syaikh sebagai murid Thoriqoh Qodriyah Wan Nangsabandiyyah. Sejak itu Hadrotus-Syaikh selalu di kawal oleh ketua security perempuan itu pulang pergi ke singapura. Beliau menyatakan : Inilah berkat saya tidak pernah menyakitkan hati Ibu saya selama hidup beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar