Jangan sampai melupakan sejarah, kiranya tepat
semboyan dari Soekarno ini senantiasa kita gelorakan dalam memahami jati diri
bangsa. Bagi umat muslim pun selayaknya mempelajari sejarah pengembaraan dakwah
para syuhada’ terdahulu. Budaya ziarah ke makam para syuhada’ dan waliyullah
bisa sekaligus dimanfaatkan untuk mempelajari sejarah perjuangannya. Sehingga,
akan member manfaat lebih menghayati ajaran Islam sesungguhnya. Bagaimana Islam
diajarkan dengan nilai-nilai dakwah yang sesuai dengan nalar piker umat, yaitu
perlahan tapi pasti. Dengan demikian Islam bisa berkembang dinamis dan diterima
dengan penuh kesadaran sesuai dengan watak Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Di
sisi lain, nilai spirit Islam dalam memberikan pencerahan tidak dipahami
sebagai agama-ansich yang kini kerap dijadikan sebagai pengkotakan golongan
manusia. Melainkan ajaran hidup untuk memenuhi ketaqwaan umat kepada tuhannya.
Spirit Islam bisa dipelajari salah
satunya dari keteladanan perjuangan Syeikh Jumadil Kubro yang sarat ketulusan
dalam berdakwah. Selain kita bisa melestarikan ajarannya, dan kemudian
mengemasnya sesuai dengan konteks kekinian dan kedisinian. Tidak berlebihan,
bila keberadaannya menjadi referensi sejarah, keilmuan, dan nilai moral yang
begitu penting bagi pembinaan dan pendidikangenerasi dari zaman ke zaman.
Syeikh Jumadil Kubro merupakan tokoh kunci proses
Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang penyebar Islam
pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan Majapahit. Syeikh
Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Jamaluddin al-Husain al-Akbar. Beliau
adalah cucu ke-18 Rasulullah Muhammad SAW dari garis Syyidah Fatimah Az Zahrah
al-Battul. Ayahnya bernama Syeikh Jalal yang karena kemuliaan akhlaknya mampu
meredam pertikaian Raja Campa dengan rakyatnya. Sehingga, Syeikh Jalal diangkat
sebagai raja dan penguasa yang memimpin Negara Campa.Syeikh Jamaluddin tumbuh
dan berkembang di bawah asuhan ayahnya sendiri. Setelah dewasa, beliau
mengembara ke negeri neneknya di Hadramaut. Di sana beliau belajar dan
mendalami beragam ilmu dari beberapa ulama yang terkenal di zamannya. Bahkan
keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan Tasawwuf, di samping
ilmu-ilmu yang lain.
Selanjutnya, beliau melanjutkan pengembaraannya dalam
rangka mencari ilmu dan terus beribadah ke Mekkah dan Madinah. Tujuannya adalah
mendalami beragam keilmuan, terutama ilmu Islam yang sangat variatif. Setelah
sekian lama belajar dari berbagai ulama terkemuka, kemudian beliau pergi menuju
Gujarat untuk berdakwah dengan jalur perdagangan. Melalui jaringan perdagangan
itulah beliau bergumul dengan ulama lainnya yang juga menyebarkan Islam di
Jawa.
Kemudian beliau dakwah bersama para ulama’ termasuk
para putra-putri dan santrinya menuju tanah Jawa. Mereka menggunakan tiga
kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama
dipimpin Syeikh Jumadil Kubro memasuki tanah Jawa melalui Semarang dan singgah
beberapa waktu di Demak. Selanjutnya perjalanan menuju Majapahit dan berdiam di
sebuah desa kecil bernama Trowulan yang berada di dekat kerajaan Majapahit.
Kemudian jamaah tersebut membangun sejumlah padepokan untuk mendidik dan
mengajarkan beragam ilmu kepada siapa saja yang hendak mendalami ilmu
keislaman.
Kelompok kedua, terdapat cucunya yang bernama al-Imam
Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu saudaranya yakni MalikIbrahim
menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga adalah jamaah yang dipimpin putranya
yakni al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. Namanya masyhur
dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi
dan keserba jelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi
kelebihan memahaminya).
Perjalanan dakwah Syeikh Jumadil
Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram
797 H. diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana
Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk). Bermula dari usul yang
diajukan Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di Turki (Sultan Muhammad
I) untuk menyebarkan Agama Islam si wilayah Kerajaan Majapahit. Pada saat itu
wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindu di samping keyakinan
masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Keberadaannya di tanah
Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro
untuk menegakkan Agama Islam melawan penguasa Majapahit sangatlah besar.
Karena pengaruh beliau dalam memberikan pencerahan
bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Jumadil Kubro dikenal dekat dengan
pejabat Kerajaan Majapahit. Cara dakwah yang pelan tapi pasti, menjadikan
beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau berada di antara
beberapa pejabat kerajaan di antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo
Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunana Ngudung (ayah Sunan Kudus), dan beberapa
patih dan senopati yang dimakamkan bersamanya.
Lokasi kompleks makam ini berdekatan dengan Pendopo
Agung Majapahit dan Pusat Informasi Majapahit yang pembangunannya menuai
kontroversi. Hal itu karena proses pembangunannya diindikasikan merusak
situs-situs peninggalan Majapahit yang diyakini hingga kini masih terkubur di
dalam tanah kawasan Trowulan. Sekali dayung, maka semua tujuan napak tilas
sejarah Majapahit bisa terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar